Allahﷻ juga Maha Bijaksana dalam menentukan bagaimana rupa kita. Maka, jangan persoalkan apa yang Allah ﷻ telah lakukan. Bersyukurlah dengan rupa paras yang Allah ﷻ telah berikan. Ayat 7: Ayat ini untuk memperjelaskan tentang kesamaran-kesamaran seperti yang telah disebut dalam pengenalan Surah Ali Imran ini.
Jakarta - 'Setiap yang Berjiwa Pasti Alami Kematian' merupakan salah satu firman Allah SWT tentang kematian. Dalam Al-Qur'an banyak lagi ayat yang menerangkan tentang akan dialami siapapun yang bernyawa. Momen ini tidak bisa dihindari, ditunda atau bahkan diprediksi kapan datangnya. Allah SWT memiliki hak prerogatif atas kematian Al-Qur'an banyak penjelasan terkait kematian. Hal ini menegaskan bahwa kematian menjadi titik akhir kehidupan di dunia. Untuk itu sudah menjadi kewajiban bagi umat muslim untuk berbuat baik selama masih hidup. Ayat Al-Qur'an tentang Kematian1. Surat Al Ankabut ayat 57كُلُّ نَفْسٍ ذَاۤىِٕقَةُ الْمَوْتِۗ ثُمَّ اِلَيْنَا تُرْجَعُوْنَArab-Latin Kullu nafsin żā`iqatul-maụt, ṡumma ilainā turja'ụnArtinya Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian hanyalah kepada Kami kamu dikembalikan. QS. Al Ankabut 57.2. Surat Al Anbiya ayat 35كُلُّ نَفْسٍ ذَاۤىِٕقَةُ الْمَوْتِۗ وَنَبْلُوْكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً ۗوَاِلَيْنَا تُرْجَعُوْنَArab-Latin Kullu nafsin żā`iqatul-maụt, wa nablụkum bisy-syarri wal-khairi fitnah, wa ilainā turja'ụnArtinya Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan yang sebenar-benarnya. Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan. QS. Al Anbiya 353. Surat Al-Jumu'ah ayat 8قُلْ إِنَّ ٱلْمَوْتَ ٱلَّذِى تَفِرُّونَ مِنْهُ فَإِنَّهُۥ مُلَٰقِيكُمْ ثُمَّ تُرَدُّونَ إِلَىٰ عَٰلِمِ ٱلْغَيْبِ وَٱلشَّهَٰدَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَArab-Latin Qul innal-mautallażī tafirrụna min-hu fa innahụ mulāqīkum ṡumma turaddụna ilā 'ālimil-gaibi wasy-syahādati fa yunabbi`ukum bimā kuntum ta'malụnArtinya "Katakanlah, "Sesungguhnya kematian yang kamu lari dari padanya, ia pasti menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada Allah, yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan." Al-Jumu'ah 8.4. Surat Ali Imran ayat 145وَمَا كَانَ لِنَفْسٍ اَنْ تَمُوْتَ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ كِتٰبًا مُّؤَجَّلًا ۗ وَمَنْ يُّرِدْ ثَوَابَ الدُّنْيَا نُؤْتِهٖ مِنْهَاۚ وَمَنْ يُّرِدْ ثَوَابَ الْاٰخِرَةِ نُؤْتِهٖ مِنْهَا ۗ وَسَنَجْزِى الشّٰكِرِيْنَ - ١٤٥Arab-Latin Wa mā kāna linafsin an tamụta illā bi`iżnillāhi kitābam mu`ajjalā, wa may yurid ṡawābad-dun-yā nu`tihī min-hā, wa may yurid ṡawābal-ākhirati nu`tihī min-hā, wa sanajzisy-syākirīnArtinya Dan setiap yang bernyawa tidak akan mati kecuali dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. Barangsiapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala dunia itu, dan barangsiapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan pula kepadanya pahala akhirat itu, dan Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur. QS. Ali Imran 1455. Surat An-Nisa ayat 78{أَيْنَمَا تَكُونُوا يُدْرِكُكُمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنْتُمْ فِي بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ}Arab-Latin Aina mā takụnụ yudrikkumul-mautu walau kuntum fī burụjim musyayyadah, wa in tuṣib-hum ḥasanatuy yaqụlụ hāżihī min 'indillāh, wa in tuṣib-hum sayyi`atuy yaqụlụ hāżihī min 'indik, qul kullum min 'indillāh, fa māli hā`ulā`il-qaumi lā yakādụna yafqahụna ḥadīṡāArtinya Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendati pun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh. QS. An-Nisa 78.6. Surat Az Zumar 42اللَّهُ يَتَوَفَّى الْأَنْفُسَ حِينَ مَوْتِهَا وَالَّتِي لَمْ تَمُتْ فِي مَنَامِهَا فَيُمْسِكُ الَّتِي قَضَى عَلَيْهَا الْمَوْتَ وَيُرْسِلُ الْأُخْرَى إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَArab-Latin Allāhu yatawaffal-anfusa ḥīna mautihā wallatī lam tamut fī manāmihā, fa yumsikullatī qaḍā 'alaihal-mauta wa yursilul-ukhrā ilā ajalim musammā, inna fī żālika la`āyātil liqaumiy yatafakkarụnArtinya Allah menggenggam jiwa seseorang ketika matinya dan menggenggam jiwa seseorang yang belum mati di waktu tidurnya. Maka Dia menahan jiwa seseorang yang ajal kematiannya telah tiba dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir. QS. Az Zumar 427. Surat Al An'am ayat 61وَهُوَ الْقَاهِرُ فَوْقَ عِبَادِهٖ وَيُرْسِلُ عَلَيْكُمْ حَفَظَةً ۗحَتّٰٓى اِذَا جَاۤءَ اَحَدَكُمُ الْمَوْتُ تَوَفَّتْهُ رُسُلُنَا وَهُمْ لَا يُفَرِّطُوْنَ - ٦١Arab-Latin Wa huwal-qāhiru fauqa 'ibādihī wa yursilu 'alaikum ḥafaẓah, ḥattā iżā jā`a aḥadakumul-mautu tawaffat-hu rusulunā wa hum lā yufarriṭụnArtinya Dan Dialah Penguasa mutlak atas semua hamba-Nya, dan diutus-Nya kepadamu malaikat-malaikat penjaga, sehingga apabila kematian datang kepada salah seorang di antara kamu, malaikat-malaikat Kami mencabut nyawanya, dan mereka tidak melalaikan tugasnya. QS. Al An'am 61.8. Surat Luqman ayat 34اِنَّ اللّٰهَ عِنْدَهٗ عِلْمُ السَّاعَةِۚ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَۚ وَيَعْلَمُ مَا فِى الْاَرْحَامِۗ وَمَا تَدْرِيْ نَفْسٌ مَّاذَا تَكْسِبُ غَدًاۗ وَمَا تَدْرِيْ نَفْسٌۢ بِاَيِّ اَرْضٍ تَمُوْتُۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌArab-Latin Innallāha 'indahụ 'ilmus-sā'ah, wa yunazzilul-gaīṡ, wa ya'lamu mā fil-ar-ḥām, wa mā tadrī nafsum māżā taksibu gadā, wa mā tadrī nafsum bi`ayyi arḍin tamụt, innallāha 'alīmun khabīrArtinya Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui dengan pasti apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. QS. Luqman 349. Surat As Sajdah ayat 11قُلْ يَتَوَفَّاكُمْ مَلَكُ الْمَوْتِ الَّذِي وُكِّلَ بِكُمْ ثُمَّ إِلَى رَبِّكُمْ تُرْجَعُونَArab-Latin Qul yatawaffākum malakul-mautillażī wukkila bikum ṡumma ilā rabbikum turja'ụnArtinya Katakanlah "Malaikat maut yang diserahi untuk mencabut nyawamu akan mematikanmu, kemudian hanya kepada Tuhanmulah kamu akan dikembalikan". QS. As Sajdah 1110. Surat Al-Waqi'ah ayat 83-87الْحُلْقُومَ وَأَنْتُمْ حِينَئِذٍ تَنْظُرُونَ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْكُمْ وَلكِنْ لَا تُبْصِرُونَ فَلَوْلا إِنْ كُنْتُمْ غَيْرَ مَدِينِينَ تَرْجِعُونَها إِنْ كُنْتُمْ صادِقِينَArab-Latin Falaulaa idzaa balaghatil hulquum. Waantum hiinaidzin tanduruun. Wanahnu aqrabu ilaihi mingkum walaakil laa tubshiruun. Falaulaa ing kuntum ghaira madiiniin. Tarjiuunahaa ing kuntum shaadiqiinArtinya Maka mengapa ketika nyawa sampai di kerongkongan, padahal kami ketika itu melihat, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada kamu. Tetapi kamu tidak melihat, maka mengapa jika kamu tidak dikuasai oleh Allah? Kamu tidak mengembalikan nyawa itu kepada tempatnya jika kamu adalah orang-orang yang benar? Al-Waqi'ah 83-87.Demikian beberapa ayat Al-Qur'an tentang kematian. Sebaik-baiknya bekal di dunia adalah amal perbuatan. Semoga Allah SWT senantiasa menjaga keimanan kita, agar dijemput kematian dalam keadaan husnul khatimah. Simak Video "Diduga Nistakan Agama, Pendeta Saifuddin Ibrahim Dilaporkan ke Bareskrim!" [GambasVideo 20detik] dvs/lus
Kedua madzhab Malikiyah. Imam Malik menegaskan, bahwa menghadiahkan pahala amal kepada mayit hukumnya dilarang dan pahalanya tidak sampai, dan tidak bermanfaat bagi mayit. Sementara sebagian ulama malikiyah membolehkan dan pahalanya bisa bermanfaat bagi mayit. Dalam Minah al-Jalil, al-Qarrafi membagi ibadah menjadi tiga, Ibadah yang pahala dan
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda “Sesungguhnya ada di antara hamba Allah manusia yang mereka itu bukanlah para Nabi dan bukan pula para Syuhada’. Mereka dirindukan oleh para Nabi dan Syuhada’ pada hari kiamat karena kedudukan pangkat mereka di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala“ Seorang dari sahabatnya berkata, “Siapa gerangan mereka itu wahai Rasulullah? Semoga kita dapat mencintai mereka.“Nabi shallallahu alaihi wasallam menjawab dengan sabdanya “Mereka adalah suatu kaum yang saling berkasih sayang dengan anugerah Allah bukan karena ada hubungan kekeluargaan dan bukan karena harta benda, wajah-wajah mereka memancarkan cahaya dan mereka berdiri di atas mimbar-mimbar dari cahaya. Tiada mereka merasa takut seperti manusia merasakannya dan tiada mereka berduka cita apabila para manusia berduka cita.” HR. an Nasai dan Ibnu Hibban dalam kitab shahihnya.Hadits senada, dari Umar bin Khathab ra bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya diantara hamba-hambaku itu ada manusia-manusia yang bukan termasuk golongan para Nabi, bukan pula syuhada tetapi pada hari kiamat Allah Azza wa Jalla menempatkan maqam mereka itu adalah maqam para Nabi dan syuhada.” Seorang laki-laki bertanya “Siapa mereka itu dan apa amalan mereka?”mudah-mudahan kami menyukainya.“Nabi bersabda “Yaitu Kaum yang saling menyayangi karena Allah Azza wa Jalla walaupun mereka tidak bertalian darah, dan mereka itu saling menyayangi bukan karena hartanya, dan demi Allah sungguh wajah mereka itu bercahaya, dan sungguh tempat mereka itu dari cahaya, dan mereka itu tidak takut seperti yang ditakuti manusia, dan tidak susah seperti yang disusahkan manusia,” kemudian beliau membaca ayat ”Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati”. QS. Yunus [10] 62.Firman Allah ta’ala yang artinya Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati. Mereka itu adalah orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa. Bagi mereka berita gembira busyra di dalam kehidupan di dunia dan dalam kehidupan di akhirat. Tidak ada perubahan bagi kalimat-kalimat janji-janji Allah. Yang demikian itu adalah kemenangan yang besar. QS. Yunus [10] 62-64.Dalam ayat tersebut Allah Subhanahu wa Ta’ala menyatakan bahwa para wali-wali Allah itu mendapat berita gembira busyra, baik di dunia dan di yang dimaksudkan dengan berita gembira busyra itu? Para ulama tafsir mengomentari ayat ini sesuai dengan pengalaman sahabat Nabi Muhammad, Abu Darda’, yang menanyakan apa maksud ayat ini. Rasulullah menjelaskan, “Yang dimaksud ayat ini ialah mimpi baik yang dilihat atau diperlihatkan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepadanya.”Abu Abdullah al-Mahlabi dan Muhammad bin Ya’qub bin Yusuf menceritakan kepada kami dari al-Abbas ibnul-Walid bin Mazid, dari Uqbah bin Alqamah al-Mu’arifi, dari al-Auza’i, dari Yahya bin Abi Katsir, dari Abi Salamah bin Abdurrahman, dari Ubadah ibnush-Shamit bahwa ia bertanya kepada Rasulullah tentang ayat 63-64 surah Yunus, “Yaitu orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa. Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan dalam kehidupan di akhirat.” Maka, Rasulullah menjawab, “Sungguh kamu telah menanyakan sesuatu kepadaku yang belum pernah ditanyakan oleh seorang pun selainmu. Al-busyra ialah mimpi yang baik yang dialami oleh seseorang atau dianugerahkan Allah kepadanya.”“Al busyraa adalah mimpi yang baik yang dilihat oleh seorang mukmin atau yang diperlihatkan baginya” HR. Tirmidzi, Ibnu Majah dan Al Hakim, menurut Al Hakim hadis ini shahih.Telah menceritakan kepada kami Khalid bin Makhlad telah menceritakan kepada kami Sulaiman dari Yahya bin Sa'id dia berkata; saya mendengar Abu Salamah berkata; saya mendengar Abu Qatadah berkata; saya mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda Mimpi baik dari Allah sedangkan ihtilam mimpi buruk datangnya dari syetan, maka apabila salah seorang dari kalian mimpi sesuatu yang dibencinya, hendaknya ia meniupkan tiga kali tiupan ketika bangun, lalu meminta perlindungan dari kejahatannya, sebab kejahatan tersebut tidak akan membahayakan dirinya. HR. Bukhari 5306.Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Maslamah dari Malik dari Ishaq bin Abdullah bin Abi Thalhah dari Anas bin Malik, Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam bersabda "Mimpi baik yang berasal dari seorang yang shalih adalah satu bagian dari empat puluh enam bagian kenabian." HR. Bukhari 6468.Mimpi yang baik yang dialami oleh para Wali Allah adalah petunjuk dan bimbingan dari Allah ta’ala untuk para yang baik yang dialami oleh para Wali Allah adalah bagian dari kenabian yang tidak berhenti pada Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam saja, tetapi akan terus berlanjut pada masa-masa ini tidak akan kosong dari para Wali Allah. Setiap mereka wafat maka Allah Azza wa Jalla akan menggantikan mereka dengan yang lain sehingga agama Islam beserta Al Qur’an tetap terjaga sampai akhir Sayyidina Ali Bin Abi Thalib berkata kepada Kumail An Nakha’i “Bumi ini tidak akan kosong dari hamba-hamba Allah yang menegakkan agama Allah dengan penuh keberanian dan keikhlasan, sehingga agama Allah tidak akan punah dari peredarannya. Akan tetapi, berapakah jumlah mereka dan dimanakah mereka berada? Setiap saat jumlah mereka selalu sama Wali, sebelumnya ada sahabat ra dan Nabi as jumlah mereka tidak banyak, tetapi nilai mereka di sisi Allah sangat mereka, Allah menjaga agamaNya dan syariatNya, sampai dapat diterima oleh orang-orang seperti mereka. Mereka menyebarkan ilmu dan ruh keyakinan. Mereka tidak suka kemewahan, mereka senang dengan kesederhanaan. Meskipun tubuh mereka berada di dunia, tetapi rohaninya membumbung ke alam malakut. Mereka adalah khalifah-khalifah Allah di muka bumi dan para da’i kepada agamaNya yang lurus. Sungguh, betapa rindunya aku kepada mereka.”Dalam hadits qudsi, “Allah berfirman yang artinya “Para Wali-Ku itu ada dibawah naungan-Ku, tiada yang mengenal mereka dan mendekat kepada seorang wali, kecuali jika Allah memberikan Taufiq HidayahNya.”Abu Yazid al Busthami mengatakan “Para wali Allah merupakan pengantin-pengantin di bumi-Nya dan takkan dapat melihat para pengantin itu melainkan ahlinya.“Sahl Ibn Abd Allah at-Tustari ketika ditanya oleh muridnya tentang bagaimana cara mengenal Waliyullah, ia menjawab “Allah tidak akan memperkenalkan mereka kecuali kepada orang-orang yang serupa dengan mereka, atau kepada orang yang bakal mendapat manfaat dari mereka – untuk mengenal dan mendekat kepada-Nya.”As Sarraj at-Tusi mengatakan “Jika ada yang menanyakan kepadamu perihal siapa sebenarnya wali itu dan bagaimana sifat mereka, maka jawablah Mereka adalah orang yang tahu tentang Allah dan hukum-hukum Allah, dan mengamalkan apa yang diajakarkan Allah kepada mereka. Mereka adalah hamba-hamba Allah yang tulus dan wali-wali-Nya yang bertakwa.“Dari Abu Umamah ra, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda “berfirman Allah Yang Maha Besar dan Agung “Diantara para wali-Ku di hadhirat-Ku, yang paling menerbitkan iri-hati ialah si mu’min yang kurang hartanya, yang menemukan nasib hidupnya dalam shalat, yang paling baik ibadat kepada Tuhannya, dan taat kepada-Nya dalam keadaan tersembunyi maupun terang. Ia tak terlihat di antara khalayak, tak tertuding dengan telunjuk. Rezekinya secukupnya, tetapi iapun sabar dengan hal itu. Kemudian Beliau shallallahu alaihi wasallam menjentikkan jarinya, lalu bersabda ”Kematiannya dipercepat, tangisnya hanya sedikit dan peninggalannya amat kurangnya”. HR. At Tirmidzi, Ibn Majah, Ibn Hanbal.Imam Al-Bazzaar meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, ia mengatakan, seseorang bertanya, ya Rasulullah saw, siapa para wali Allah itu? Beliau menjawab, "Orang-orang yang jika mereka dilihat, mengingatkan kepada Allah," Tafsir Ibnu Katsir III/83.Imam Sayyidina Ali ra adalah bertindak sebagai Nabi namun bukan Nabi karena tidak ada Nabi setelah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Beliau adalah Imam para Wali yang baik yang dialami oleh para Wali Allah adalah sebagai salah satu sarana bertemu atau berkomunikasi dengan penghuni langit yakni para malaikat dan orang-orang sholeh yang telah wafat dan tentunya dapat pula bertemu dengan manusia yang paling mulia, Nabi Muhammad Rasulullah shallallahu alaihi menceritakan kepada kami Mu'allaa bin Asad telah menceritakan kepada kami 'Abdul 'Aziz bin Mukhtar telah menceritakan kepada kami Tsabit Al Bunani dari Anas radliallahu 'anhu mengatakan, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda "Siapa melihatku dalam mimpi, berarti ia telah melihatku, sebab setan tidak bisa menjelma sepertiku, dan mimpi seorang mukmin adalah sebagian dari empat puluh enam bagian kenabian." HR. Bukhari 6479.Abdullah Ibnu Abbas pernah berkata, “ruh orang tidur dan ruh orang mati bisa bertemu diwaktu tidur dan saling berkenalan sesuai kehendak Allah Subhanahu wa Ta’ala kepadanya, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala yang menggenggam ruh manusia pada dua keadaan, pada keadaan tidur dan pada keadaan matinya.”Firman Allah ta’ala yang artinya “Allah memegang jiwa orang ketika matinya dan memegang jiwa orang yang belum mati di waktu tidurnya.” QS. Az-Zumar [39] 42.Al-Qurtubi dalam at-Tadzkirah mengenai hadis kematian dari syeikhnya mengatakan “Kematian bukanlah ketiadaan yang murni, namun kematian merupakan perpindahan dari satu keadaan alam kepada keadaan alam lain.”Ibnu Zaid berkata, “Mati adalah wafat dan tidur juga adalah wafat.” Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,ØÙŠØ§ØªÙŠ ØÙŠØ± لكم ومماتي ØÙŠØ± لكم ØªØØ¯ØÙˆÙ† ÙˆÙŠØØ¯Ø لكم , تعرض أعمالكم عليّ ÙØ¥Ù† وجدت ØÙŠØ±Ø§ ØÙ…دت الله Ùˆ إن وجدت شرا Ø§Ø³ØªØºÙØ±Øª الله لكم.Hidupku lebih baik buat kalian dan matiku lebih baik buat kalian. Kalian bercakap-cakap dan mendengarkan percakapan. Amal perbuatan kalian disampaikan kepadaku. Jika aku menemukan kebaikan maka aku memuji Allah. Namun jika menemukan keburukan aku memohonkan ampunan kepada Allah buat kalian.” Hadits ini diriwayatkan oleh Al Hafidh Isma’il al Qaadli pada Juz’u al Shalaati ala al Nabiyi Shallalahu alaihi wasallam. Al Haitsami menyebutkannya dalam Majma’u al Zawaaid dan mengkategorikannya sebagai hadits shahih.Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,إن أعمالكم تعرض على أقاربكم وعشائركم من الأموات ÙØ¥Ù† كان ØÙŠØ±Ø§ استبشروا، وإن كان غير ذلك قالوا اللهم لا تمتهم ØØªÙ‰ تهديهم كما هديتناSesungguhnya perbuatan kalian diperlihatkan kepada karib-kerabat dan keluarga kalian yang telah meninggal dunia. Jika perbuatan kalian baik, maka mereka mendapatkan kabar gembira, namun jika selain daripada itu, maka mereka berkata “Ya Allah, janganlah engkau matikan mereka sampai Engkau memberikan hidayah kepada mereka seperti engkau memberikan hidayah kepada kami.” HR. Ahmad dalam musnadnya .Para Wali Allah atas kehendak Allah ta’ala, mereka dapat berkumpul dengan penduduk langit lainnya serta berkesempatan pula thawaf maupun sholat berjama’ah dengan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam di Baitul Makmur yang berada tegak lurus di atas Baitul Ka’ bersabda “Maka Allah pun mengangkatnya untukku agar aku dapat melihatnya. Dan tidaklah mereka menanyakan kepadaku melainkan aku pasti akan menjawabnya. Aku telah melihat diriku bersama sekumpulan para Nabi. Dan tiba-tiba aku diperlihatkan Nabi Musa yang sedang berdiri melaksanakan shalat, ternyata dia adalah seorang lelaki yang kekar dan berambut keriting, seakan-akan orang bani Syanuah. Aku juga diperlihatkan Isa bin Maryam yang juga sedang berdiri melaksanakan bin Mas’ud Ats Tsaqafi adalah manusia yang paling mirip dengannya. Telah diperlihatkan pula kepadaku Nabi Ibrahim yang juga sedang berdiri melaksanakan shalat, orang yang paling mirip denganya adalah sahabat kalian ini; yakni diri beliau sendiri. Ketika waktu shalat telah masuk, akupun mengimami mereka semua. Dan seusai melaksanakan shalat, ada seseorang berkata, Wahai Muhammad, ini adalah malaikat penjaga api neraka, berilah salam kepadanya! Maka akupun menoleh kepadanya, namun ia segera mendahuluiku memberi salam HR. Muslim 251.Diriwayatkan dalam hadits saat Mi’rajnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, bahwa Baitul Makmur adalah sebuah baitullah di langit ke tujuh yang arahnya lurus dengan Ka’bah di bumi, seandainya Baitul Makmur jatuh niscaya menimpa pada Baitul Haram Ka’bah, kehormatannya di langit sebagaimana kehormatan Ka’bah di bumi, setiap hari ada tujuh puluh ribu malaikat masuk untuk berthawaf didalamnya, setelah keluar mereka tidak kembali lagi ke Baitul Jibril berkata pada Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam, Ini adalah Baitul Makmur, setiap hari ada tujuh puluh ribu malaikat yang masuk kedalamnya, ketika mereka keluar, yang akhir dari mereka tidak kembali lagi ke Baitul Makmur HR. Muslim fii Kitaabil Imaan.Dari Qatadah dia berkata, diceritakan pada kami bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda Baitul Makmur adalah sebuah masjid yang ada di langit yang lurus dengan Ka’bah, seandainya Baitul Makmur itu jatuh niscaya menimpa pada Ka’bah. Setiap hari ada tujuh puluh ribu malaikat yang masuk kedalamnya, ketika mereka telah keluar, mereka tidak pernah kembali ke Baitul Makmur. HR. Ibnu Jarir, fii Fatkh Al Baari Juz 9 Hal. 493.Firman Allah Azza wa Jalla yang artinya, “Semua yang berada di langit dan yang berada di bumi bertasbih kepada Allah. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” QS. Al Hadid [57] 1Para Sahabat ketika duduk dalam shalat tahiyyat, bertawasul dengan menyebut nama-nama orang-orang sholeh para wali Allah yang telah wafat maupun dengan para malaikat namun Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengajarkan untuk menyingkatnya menjadi “Assalaamu’alaina wa’alaa ibaadillaahish shoolihiin”, maka hal itu sudah mencakup seluruh hamba-hamba Allah yang sholeh baik di langit maupun di bumi.“
55 Maka bersabarlah wahai nabi terhadap siksaan orang-orang musyrik. Sesungguhnya janji Allah berupa pertolonganNya dan tingginya kalam Allah itu pasti terjadi dan tidak akan berubah selamanya. Beristighfarlah atas dosamu dan untuk menambah pahalamu. Keberadaanmu sebagai pemimpin umat itu bertujuan agar mereka tidak putus asa terhadapmu.
Jakarta - Wali Allah SWT dalam Al Quran ternyata menjadi salah satu topik yang kerap dipertanyakan netizen. Dikutip dari situs Direktorat Pendidikan dan Pembinaan Agama Islam UII, wali Allah kerap identik dengan mereka yang memiliki karomah."Al Quran menjelaskan wali Allah adalah orang yang mendekat dan menolong agama Allah SWT, atau orang yang didekati atau orang yang ditolong Allah SWT," ujar penulis Anas Ahmad Rahman yang saat itu menjadi mahasiswa Magister Ilmu Agama Islam MIAI yang dimiliki para wali Allah SWT adalah anugerah dari Tuhan untuk hambaNya. Pada hakikatnya karomah para wali Allah SWT itu tidaklah dapat dipelajari. Karomah atau kelebihan para wali Allah sempat dijelaskan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. "Karomah wali adalah sebuah pemberian dari Allah SWT kepada hamba-hamba-Nya yang shalih tanpa ia bersusah payah darinya. Berbeda dengan seorang yang menggunakan ilmu hasil dari persekutuannya dengan syaitan, maka ia akan bersusah payah untuk melakukannya," ujar penulis mengutip Ibnu Quran telah menjelaskan wali Allah SWT dalam ayat-ayatnya. Dengan penjelasan ini diharapkan masyarakat tak lagi bingung terkait sosok wali allah Al Quran yang menjelaskan wali Allah adalah1. Ali 'Imran ayat 31قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ ٱللَّهَ فَٱتَّبِعُونِى يُحْبِبْكُمُ ٱللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَٱللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌArab latin Qul ing kuntum tuḥibbụnallāha fattabi'ụnī yuḥbibkumullāhu wa yagfir lakum żunụbakum, wallāhu gafụrur raḥīmArtinya "Katakanlah "Jika kamu benar-benar mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu". Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."2. Al-Maidah ayat 54يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مَن يَرْتَدَّ مِنكُمْ عَن دِينِهِۦ فَسَوْفَ يَأْتِى ٱللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُۥٓ أَذِلَّةٍ عَلَى ٱلْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى ٱلْكَٰفِرِينَ يُجَٰهِدُونَ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ وَلَا يَخَافُونَ لَوْمَةَ لَآئِمٍ ۚ ذَٰلِكَ فَضْلُ ٱللَّهِ يُؤْتِيهِ مَن يَشَآءُ ۚ وَٱللَّهُ وَٰسِعٌ عَلِيمٌArab latin Yā ayyuhallażīna āmanụ may yartadda mingkum 'an dīnihī fa saufa ya`tillāhu biqaumiy yuḥibbuhum wa yuḥibbụnahū ażillatin 'alal-mu`minīna a'izzatin 'alal-kāfirīna yujāhidụna fī sabīlillāhi wa lā yakhāfụna laumata lā`im, żālika faḍlullāhi yu`tīhi may yasyā`, wallāhu wāsi'un 'alīmArtinya "Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas pemberian-Nya, lagi Maha Mengetahui."3. Yunus ayat 62 dan 6362. أَلَآ إِنَّ أَوْلِيَآءَ ٱللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ63. ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَكَانُوا۟ يَتَّقُونَArab latin62. Alā inna auliyā`allāhi lā khaufun 'alaihim wa lā hum yaḥzanụn63. Allażīna āmanụ wa kānụ yattaqụnArtinya62. Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih Yaitu orang-orang yang beriman dan mereka selalu tersebut, tiap muslim juga bisa mempelajari ciri-ciri dan karakter seorang wali Allah SWT. Sifat ini bisa jadi bahan untuk terus belajar menjadi orang yang lebih dalam Al Quran yang menjelaskan wali Allah adalahOrang-orang yang ittiba mengikuti Sunnah RasulullahLemah lembut kepada sesama mukminTegas terhadap orang-orang kafirBerjihad di jalan Allah SWTTidak takut terhadap celaan si pencelaTidak ada rasa takut dan sedih dalam hatinya terhadap segala ketetapan Allah SWTSelalu menjaga keimanan serta ketaqwaannya kepada Allah Allah SWT tidak identik dengan mereka yang bisa jalan di air, terbang, atau punya kelebihan lain. Al Quran menjelaskan wali Allah adalah mereka yang selalu berusaha dekat dengan Allah SWT dan menjalankan sunnah nabinya. row/erd
sesungguhnya sedikit pun mereka tidak merugikan Allah". (QS. Ali Imron: 176) Dan di dalam hadits qudsi: يَا عِبَادِي إِنَّكُمْ لَنْ تَبْلُغُوا ضَرِّي فَتَضُرُّونِي "Wahai para hamba-Ku, sungguh kalian tidak akan sampai membahayakan-Ku, maka kalian akan membahayakan-Ku". Selesai.
اَلَآ اِنَّ اَوْلِيَاۤءَ اللّٰهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَۚ يونس ٦٢ awliyāaأَوْلِيَآءَwali-waliʿalayhimعَلَيْهِمْatas merekayaḥzanūnaيَحْزَنُونَmereka bersedih hati'Alā 'Inna 'Awliyā'a Allāhi Lā Khawfun `Alayhim Wa Lā Hum Yaĥzanūna. al-Yūnus 1062ArtinyaIngatlah wali-wali Allah itu, tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati. QS. [10] Yunus 621 Tafsir Ringkas KemenagPada ayat sebelumnya dijelaskan bahwa apapun yang dikerjakan oleh manusia baik ketaatan maupun kemaksiatan, maka tidak sedikit pun terlewatkan dari pengetahuan Tuhan, lalu pada ayat ini dijelaskan tentang kesudahan orang-orang yang selalu dalam ketaatan. Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, yakni kekasih Allah tidak ada rasa takut, yakni kekhawatiran pada mereka terhadap apa yang akan mereka hadapi di akhirat dan mereka tidak bersedih hati atas apa yang terjadi selama kehidupan di Tafsir Lengkap Kemenag3 Tafsir Ibnu Katsir4 Tafsir Al-Jalalain5 Tafsir Quraish Shihab Al-Misbahالقرآن الكريم - يونس10 62Yunus 1062
Иጮխνոց рсок удр
Էщабθпυго емεвዥгиз венኂ
Яዪуς иላωծιруռε иջонтεщ
Уд էгеф
Щልφո хутሺζо
Didalam Ayat Pernikahan Dalam Islam lainnya juga dijelaskan bahwa dijelaskan bahwa pasangan-pasangan ini adalah laki - laki dan perempuan. Di tengah maraknya kisah cinta sesama jenis yang muncul dan terlihat jelas di masyarakat, maka patut diketahui bahwa pasangan yang diridhoi oleh Allah adalah pasangan yang terdiri dari laki - laki dan perempuan, bukan pasangan sesama jenis seperti yang SIFAT WALI-WALI ALLAH TA’ALAOleh Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas حفظه اللهعَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللهَ تَعَالَى قَالَ مَنْ عَادَى لِيْ وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ، وَمَا تَقَرَّبَ عَبْدِيْ بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُهُ عَلَيْهِ، وَمَا يَزَالُ عَبْدِيْ يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِيْ يَسْمَعُ بِهِ، وَبَصَرَهُ الَّذِيْ يُبْصِرُ بِهِ، وَيَدَهُ الَّتِيْ يَبْطِشُ بِهَا، وَرِجْلَهُ الَّتِيْ يَمْشِيْ بِهَا، وَإِنْ سَأَلَنِيْ لَأُعْطِيَنَّهُ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِيْ Abu Hurairah Radhiyallahu anhu ia berkata, Rasûlullâh Shallallahu alaihi wa sallam bersabda “Sesungguhnya Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman Barangsiapa memusuhi wali-Ku, sungguh Aku mengumumkan perang kepadanya. Tidaklah hamba-Ku mendekat kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada hal-hal yang Aku wajibkan kepadanya. Hamba-Ku tidak henti-hentinya mendekat kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunnah hingga Aku mencintainya. Jika Aku telah mencintainya, Aku menjadi pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, menjadi penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, menjadi tangannya yang ia gunakan untuk berbuat, dan menjadi kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Jika ia meminta kepada-Ku, Aku pasti memberinya. Dan jika ia meminta perlindungan kepada-Ku, Aku pasti melindunginya.’Kelengkapan hadits ini adalahوَمَا تَرَدَّدْتُ عَنْ شَيْءٍ أَنَا فَاعِلُهُ تَرَدُّدِيْ عَنْ نَفْسِ الْمُؤْمِنِ يَكْرَهُ الْمَوْتَ وَأَنَا أَكْرَهُ مَسَاءَتَهُ. Aku tidak pernah ragu-ragu terhadap sesuatu yang Aku kerjakan seperti keragu-raguan-Ku tentang pencabutan nyawa orang Mukmin. Ia benci kematian dan Aku tidak suka HADITS Hadits ini shahih, diriwayatkan oleh al-Bukhâri, no. 6502; Abu Nu’aim dalam Hilyatul Auliyâ’, I/34, no. 1; Al-Baihaqi dalam as-Sunanul Kubra, III/346; X/219; Al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah no. 1248, dan membawakan hadits ini, Imam al-Baghawi rahimahullah berkata, “Hadits ini shahih.”Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda dalam hadits yang shahih yang diriwayatkan dari Rabbnya. Kemudian beliau bawakan hadits di atas.”[1]Hadits ini termasuk hadits yang diperbincangkan oleh para Ulama -walaupun diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam kitab Shahîhnya– karena ada rawi yang lemah. Akan tetapi hadits ini shahih karena ada syawâhid penguat-penguatnya, sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah dalam Silsilah al-Ahâdîts ash-Shahîhah, no. HADITS Ath-Thufi rahimahullah berkata, “Hadits ini merupakan asas dalam menuju kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala dan sampai kepada pengenalan dan cinta-Nya, serta jalan menuju kepada-Nya. Karena pelaksanaan kewajiban batin yaitu iman dan kewajiban zhahir yaitu Islam dan gabungan dari keduanya yaitu ihsan, semuanya terdapat dalam hadits ini, sebagaimana semuanya ini juga terkandung dalam hadits Jibril. Dan ihsan menghimpun kedudukan orang-orang yang menuju kepada Allâh berupa zuhud, ikhlas, murâqabah, dan lainnya.”[2]Firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala dalam hadits qudsi di atas مَنْ عَادَى لِيْ وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِBarangsiapa memusuhi wali-Ku, sungguh Aku mengumumkan perang sungguh Aku mengumumkan perang kepadanya karena ia memerangi-Ku dengan memusuhi para wali-Ku. Jadi, para wali Allâh wajib dicintai dan haram dimusuhi sebagaimana para musuh Allâh wajib dimusuhi dan haram Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya, “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan musuh-Ku dan musuhmu sebagai teman-teman setia” [Al-Mumtahanah/601]Allâh Azza wa Jalla berfirman, yang artinya, “Sesungguhnya penolongmu hanyalah Allâh, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang melaksanakan shalat dan menunaikan zakat, seraya tunduk kepada Allâh. Dan barangsiapa menjadikan Allâh, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman sebagai penolongnya, maka sungguh, pengikut agama Allâh itulah yang menang.” [Al-Mâ-idah/555-56]Allâh Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan bahwa sifat kekasih-kekasih-Nya adalah orang-orang yang Dia cintai dan mereka mencintai-Nya, mereka rendah hati terhadap kaum Mukminin dan bersikap keras terhadap orang-orang bahwa segala macam bentuk kemaksiatan adalah bentuk memerangi Allâh Subhanahu wa Ta’ala, namun semakin jelek perbuatan dosa yang dikerjakan, semakin keras pula peperangannya terhadap Allâh Azza wa Jalla . Karena itulah Allâh Subhanahu wa Ta’ala menamakan pemakan riba[3] dan perampok[4] sebagai orang-orang yang memerangi Allâh dan Rasul-Nya dikarenakan kezhaliman mereka yang sangat besar kepada para hamba-Nya serta usaha mereka mengadakan kerusakan di muka bumi. Demikian pula orang yang memusuhi para wali-Nya, barangsiapa memusuhi mereka maka ia telah memusuhi Allâh dan telah memerangi-Nya.[5] SIFAT DAN CIRI-CIRI WALI-WALI ALLAH SUBHANAHU WA TA’ALA Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya, “Ingatlah wali-wali Allâh itu, tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati. Yaitu orang-orang yang beriman dan senantiasa bertakwa.” [Yûnus/1062-63]Allâh Subhanahu wa Ta’ala telah menjelaskan dalam ayat ini sifat wali-wali-Nya. Sifat pertama, mereka memiliki iman yang jujur; Dan sifat kedua, mereka bertakwa kepada Allâh Azza wa Jalla . Ketika menjelaskan sifat kedua ini, Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabdaإِنَّ أَوْلَى النَّاسِ بِيْ الْمُتَّقُوْنَ، مَنْ كَانُوْا وَحَيْثُ كَانُوْاSesungguhnya orang-orang yang paling dekat denganku adalah mereka yang bertakwa. Siapa pun mereka dan di mana pun mereka[6]Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Yang dimaksud dengan wali Allâh adalah orang yang mengenal Allâh, selalu menaati-Nya, dan ikhlas dalam beribadah kepada-Nya.”[7]Pintu ini terbuka bagi siapa saja yang ingin menjadi wali Allâh. Dan sebagaimana diketahui bahwa para wali Allâh memiliki tingkatan yang dijelaskan oleh Allâh dalam firman-Nya, yang artinya, “Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara para hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menzhalimi diri sendiri, ada yang pertengahan dan ada pula yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allâh. Yang demikian itu adalah karunia yang besar.” [Fâthir/3532]Tingkatan pertama, orang yang menzhalimi diri sendiri. Mereka adalah pelaku dosa-dosa. Ibnu Katsir rahimahullah berkata, ”Mereka melalaikan sebagian kewajiban dan melakukan sebagian perbuatan haram.”[8]Tingkatan kedua, orang yang pertengahan. Mereka yang melaksanakan yang wajib-wajib, menjauhkan yang haram, akan tetapi terkadang mereka meninggalkan yang sunnah dan terjatuh pada sesuatu yang ketiga, orang yang berlomba-lomba dalam kebaikan, mereka selalu melaksanakan yang wajib dan yang sunnah, meninggalkan yang haram dan wali Allâh yang paling utama adalah para Nabi dan Rasul, setelah itu, para Sahabat Radhiyallahu anhum. Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang merekaمُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ ۚ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ ۖ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا ۖ سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ ۚ ذَٰلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ ۚ وَمَثَلُهُمْ فِي الْإِنْجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَىٰ عَلَىٰ سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ ۗ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًاMuhammad adalah utusan Allâh dan orang-orang yang bersama dengan dia bersikap keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu melihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allâh dan keridhaan-Nya. Pada wajah mereka tampak tanda-tanda bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka yang diungkapkan dalam Taurat dan sifat-sifat mereka yang diungkapkan dalam Injil, yaitu seperti benih yang mengeluarkan tunasnya, kemudian tunas itu semakin kuat lalu menjadi besar dan tegak lurus di atas batangnya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allâh hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir dengan kekuatan orang-orang Mukmin. Allâh menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan di antara mereka, ampunan dan pahala yang besar [Al-Fath/4829]Para Sahabat Radhiyallahu anhum merupakan contoh yang agung dalam mewujudkan perwalian kepada Allâh. arangsiapa ingin mendapatkan keridhaan Allâh, maka hendaknya dia menempuh jalan para Sahabat.[9]Para wali Allâh tidak ma’shûm tidak terpelihara dari dosa. Mereka sebagai manusia biasa terkadang keliru dan berbuat dosa. Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya, “Dan orang yang membawa kebenaran Muhammad dan orang yang membenarkannya, mereka itulah orang yang bertakwa. Mereka memperoleh apa yang mereka kehendaki di sisi Rabbnya. Demikianlah balasan bagi orang-orang yang berbuat baik, agar Allâh menghapus perbuatan mereka yang paling buruk yang pernah mereka lakukan dan memberi pahala kepada mereka dengan yang lebih baik daripada apa yang mereka kerjakan.” [Az-Zumar/3933-35]Ayat tersebut menggambarkan tentang para wali Allâh yaitu Allâh akan memberi pahala dengan yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan. Itu merupakan balasan atas taubat mereka dari perbuatan dosa. Ayat ini juga menetapkan bahwa para wali Allâh selain para Nabi dan Rasul, terkadang jatuh dalam kesalahan dan dosa. Di antara dalil yang menguatkan bahwa para wali Allâh selain para Nabi dan Rasul yaitu para Sahabat mereka bisa terjatuh dalam kesalahan adalah telah terjadi peperangan di antara mereka, juga terdapat ijtihad-ijtihad mereka yang keliru. Dan yang seperti ini sudah maklum diketahui oleh mereka yang sering membaca perkataan para Sahabat dalam kitab-kitab fiqih dan selainnya.[10]Meski demikian, kita tidak boleh mencela mereka, bahkan kita dianjurkan untuk mendoakan mereka dengan baik, sebagaimana Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam surah al-Hasyr, ayat Sahabat adalah orang-orang yang dijanjikan ampunan oleh Allâh Subhanahu wa Ta’ala dan dijanjikan surga, sebagaimana disebutkan dalam surah al-Fath ayat Allâh Subhanahu wa Ta’ala dalam hadits qudsi di atasوَمَا تَقَرَّبَ عَبْدِيْ بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُهُ عَلَيْهِ، وَمَا يَزَالُ عَبْدِيْ يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُTidaklah hamba-Ku mendekat kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada hal-hal yang Aku wajibkan kepadanya. Hamba-Ku tidak henti-hentinya mendekat kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunnah hingga Aku mencintainya.”Setelah Allâh Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan bahwa memusuhi para wali-Nya berarti memerangi-Nya, Allâh Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan sifat para wali-Nya. Allâh Subhanahu wa Ta’ala juga menyebutkan apa yang dapat mendekatkan seorang hamba kepada-Nya. Asal makna dari al-muwâlâh kecintaan adalah al-qurb kedekatan dan asal makna dari al-mu’âdâh memusuhi adalah al-bu’du jauh/menjauhi. Jadi para wali Allâh Subhanahu wa Ta’ala ialah orang-orang yang selalu mendekatkan diri pada-Nya dengan apa yang dapat mendekatkan diri mereka kepada-Nya, sedang para musuh-Nya ialah orang-orang yang dijauhkan dari-Nya dengan amal perbuatan mereka yang menyebabkan mereka diusir dan dijauhkan Subhanahu wa Ta’ala membagi para wali-Nya yang dekat ke dalam dua kelompok, sebagai yang mendekatkan diri kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala dengan melaksanakan hal-hal yang diwajibkan saja dan meninggalkan hal-hal yang yang mendekatkan diri kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala dengan amalan-amalan sunnah setelah mengerjakan yang dengan ini menjadi jelaslah bahwa tidak ada jalan untuk mendekatkan diri kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala , kewalian-Nya, dan kecintaan-Nya selain taat kepada-Nya dengan menjalankan yang disyari’atkan-Nya melalui lisan Rasul-Nya. Barangsiapa mengklaim dirinya mendapat kewalian dari Allâh Subhanahu wa Ta’ala dan kecintaan-Nya tetapi melalui selain jalan ini, berarti ia dusta dalam pengakuannya, seperti yang terjadi dengan orang-orang musyrik yang mendekatkan diri kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala dengan cara menyembah tuhan-tuhan selain Allâh Subhanahu wa Ta’ala , seperti dikisahkan Allâh Subhanahu wa Ta’ala tentang mereka, “Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allâh berkata Kami tidak menyembah mereka melainkan berharap agar mereka mendekatkan kami kepada Allâh dengan sedekat-dekatnya” [Az-Zumar/393]Dan sebagaimana Allâh Subhanahu wa Ta’ala kisahkan tentang orang-orang Yahudi dan Nasrani yang berkata, “Kami adalah anak-anak Allâh dan kekasih-kekasih-Nya.” [Al-Mâ-idah/518]Padahal mereka terus-menerus mendustakan para Rasul-Nya, mengerjakan larangan-Nya, dan meninggalkan semua hadits ini, Allâh menjelaskan bahwa para wali-Nya itu terbagi dalam dua tingkatan orang-orang yang mendekatkan diri kepada-Nya dengan mengerjakan kewajiban-kewajiban. Ini tingkatan al-muqtashidîn pertengahan dan golongan kanan. Mengerjakan kewajiban-kewajiban adalah sebaik-baik amal sebagaimana yang dikatakan Umar bin al-Khathab Radhiyallahu anhu, “Sebaik-baik amal ialah menunaikan apa saja yang diwajibkan Allâh Subhanahu wa Ta’ala , menjauhi apa saja yang diharamkan-Nya, dan niat yang jujur terhadap apa saja yang ada di sisi Allâh Subhanahu wa Ta’ala .”[11]Kewajiban badan yang paling agung yang diwajibkan oleh Allâh Subhanahu wa Ta’ala ialah shalat. Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabdaأَقْرَبُ مَا يَكُوْنُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ، فَأَكْثِرُوْا الدُّعَاءَSedekat-dekat seorang hamba kepada Rabbnya ialah ketika ia sujud, maka perbanyaklah doa.[12] Kedua, tingkatan orang-orang yang berlomba-lomba dalam kebaikan lagi dekat, yaitu orang-orang yang mendekat kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala dengan ibadah-ibadah wajib kemudian bersungguh-sungguh mengerjakan ibadah-ibadah sunnah dan menjaga diri dari hal-hal yang makruh dan bersikap wara’ takwa. Sikap itu menyebabkan seorang hamba dicintai Allâh Subhanahu wa Ta’ala , seperti difirmankan Allâh Subhanahu wa Ta’ala “Hamba-Ku tidak henti-hentinya mendekat kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunnah hingga Aku mencintainya.”Dan barangsiapa dicintai Allâh Subhanahu wa Ta’ala , Allâh Subhanahu wa Ta’ala akan menganugerahkan rasa cinta kepada-Nya, taat kepada-Nya, sibuk berdzikir kepada-Nya, dan berkhidmat kepada-Nya. Itu semua menyebabkannya dekat dengan Allâh Subhanahu wa Ta’ala dan terhormat di sisi-Nya seperti difirmankan Allâh Subhanahu wa Ta’ala ,yang artinya, “Barangsiapa di antara kamu yang murtad keluar dari agamanya, maka kelak Allâh akan mendatangkan suatu kaum, Dia mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, dan bersikap lemah lembut terhadap orang-orang yang beriman, tetapi bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allâh, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allâh yang diberikan-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Allâh Mahaluas pemberian-Nya, Maha Mengetahui.” [Al-Mâ-idah/554]Di ayat tersebut terdapat isyarat bahwa barangsiapa berpaling dari mencintai dan mendekat kepada Allâh, serta dia tidak peduli, maka Allâh akan menggantinya dengan orang-orang yang lebih layak menerima pemberian itu, Allâh Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan sifat orang-orang yang Dia cintai dan mereka mencintai-Nya. Dalam hal ini Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya, ” Dan bersikap lemah lembut terhadap orang-orang beriman, tetapi bersikap keras terhadap orang-orang kafir,”Maksudnya mereka bergaul dengan kaum Mukminin dengan rendah hati dan tawadhu’, dan mereka memperlakukan orang-orang kafir dengan sikap tegas. Tatkala mereka mencintai Allâh Subhanahu wa Ta’ala , maka mereka mencintai para wali-Nya yang mencintai-Nya kemudian mereka bergaul dengan para wali Allâh dengan cinta dan kasih sayang, dan mereka membenci musuh-musuh Allâh, seperti difirmankan Allâh Azza wa Jalla مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ ۚ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْMuhammad adalah utusan Allâh dan orang-orang yang bersama dengan dia bersikap keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka ” [Al-Fath/4829]Bukti kesempurnaan cinta ialah dengan memerangi para musuh Allâh Subhanahu wa Ta’ala , begitu juga jihad di jalan Allâh Subhanahu wa Ta’ala merupakan ajakan dengan senjata kepada orang-orang yang berpaling dari Allâh Subhanahu wa Ta’ala untuk kembali kepada-Nya setelah sebelumnya didakwahi dengan mengajak mereka dengan hujjah dan petunjuk. Jadi, orang yang mencintai Allâh Subhanahu wa Ta’ala ingin membawa seluruh manusia ke pintu-Nya. Barangsiapa tidak merespon dakwah dengan sikap lemah lembut, ia perlu diajak dengan sikap keras. Disebutkan dalam haditsعَجِبَ اللهُ مِنْ قَوْمٍ يُقَادُوْنَ إِلَى الْجَنَّةِ فِيْ السَّلَاسِلِAllâh merasa heran kepada kaum yang dituntun ke surga dalam keadaan dibelenggu.[13]Firman Allâh Subhanahu wa Ta’alaوَلَا يَخَافُونَ لَوْمَةَ لَائِمٍ“Dan yang tidak takut kepada celaan orang-orang yang suka mencela.”Maksudnya, orang yang mencintai Allâh Subhanahu wa Ta’ala tidak menginginkan sesuatu kecuali yang diridhai Allâh yang dicintainya. Ia ridha kepada siapa saja yang Dia ridhai dan benci kepada siapa saja yang Dia benci. Jadi, barangsiapa takut celaan dalam mencintai pihak yang dicintainya, ia tidak jujur dalam Allâh Subhanahu wa Ta’ala ذَٰلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُItulah karunia Allâh yang diberikan-Nya kepada siapa yang Dia dimaksud dengan karunia tersebut ialah tingkatan derajat orang-orang yang Dia cintai dan mereka pun mencintai-Nya dengan sifat-sifat yang telah disebutkan وَاسِعٌ عَلِيمٌ“Dan Allâh Mahaluas pemberian-Nya, Maha Mengetahui.”Maksudnya, Allâh Mahaluas pemberian-Nya dan mengetahui orang-orang yang berhak atas karunia-Nya kemudian Dia memberikan karunia-Nya kepada mereka serta mengetahui orang-orang yang tidak berhak atas karunia-Nya kemudian Dia tidak memberikan karunia-Nya tersebut kepada wajib dan sunnah yang paling mendekatkan seorang hamba kepada Allâh ialah mengikhlaskan ibadah hanya kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala , mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa, sedekah dan lainnya termasuk banyak membaca al-Qur’an, mendengarkan, merenungkannya, dan berusaha memahaminya. Allâh Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan hamba-Nya untuk mentadabburi, memahami al-Qur’an dan mengamalkannya. Khabbab bin al-Arat Radhiyallahu anhu berkata kepada seseorang, “Mendekatlah kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala sesuai dengan kemampuanmu. Ketahuilah bahwa engkau tidak dapat mendekat kepada-Nya dengan sesuatu yang lebih Dia cintai daripada firman-Nya.”[14]Bagi orang-orang yang mencintai Allâh Subhanahu wa Ta’ala tidak ada yang lebih manis selain membaca al-Qur-an, firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala yang mereka cintai. Utsmân bin Affân Radhiyallahu anhu berkata, “Jika hati kalian bersih, kalian tidak akan kenyang dengan firman Rabb kalian.” Ibnu Mas’ûd Radhiyallahu anhu berkata, “Barangsiapa mencintai al-Qur’an, ia mencintai Allâh dan Rasul-Nya.”[15]Ibadah-ibadah sunnah lainnya yang dapat mendekatkan hamba kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala ialah banyak berdzikir kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala dengan hati dan lisan. Membaca dzikir setelah shalat wajib, membaca dzikir setiap waktu, dzikir pagi dan petang, dan di antara ibadah-ibadah sunnah lainnya yang lebih mendekatkan hamba kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala ialah mencintai wali-wali Allâh dan orang-orang yang dicintai-Nya dan memusuhi musuh-musuh-Nya karena-Nya.[16]Firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala dalam hadits qudsi di atasفَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِيْ يَسْمَعُ بِهِ، وَبَصَرَهُ الَّذِيْ يُبْصِرُ بِهِ، وَيَدَهُ الَّتِيْ يَبْطِشُ بِهَا، وَرِجْلَهُ الَّتِيْ يَمْشِيْ بِهَاJika Aku telah mencintainya, Aku menjadi pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, menjadi penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, menjadi tangannya yang ia gunakan untuk berbuat, dan menjadi kakinya yang ia gunakan untuk barangsiapa bersungguh-sungguh dalam mendekatkan diri kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala dengan mengerjakan ibadah wajib dan ibadah sunnah, maka Allâh Subhanahu wa Ta’ala mendekatkan orang tersebut kepada-Nya dan menaikkannya dari tingkatan iman ke ihsan. Karenanya, ia menjadi hamba yang beribadah kepada Allâh dengan merasa dihadiri dan diawasi Allâh Subhanahu wa Ta’ala seperti ia melihat-Nya kemudian hatinya penuh dengan ma’rifat pengenalan kepada Allâh, cinta kepada-Nya, takut kepada-Nya, malu kepada-Nya, mengagungkan-Nya, merasa tenang dengan-Nya, dan rindu kapan saja hati dipenuhi dengan pengagungan kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala, maka kondisi tersebut menghapus apa saja selain Allâh Subhanahu wa Ta’ala dari hati seorang hamba, dan ia tidak lagi punya keinginan kecuali apa yang diinginkan Rabbnya. Ketika itulah seorang hamba tidak bicara kecuali dengan dzikir kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala dan tidak bergerak kecuali dengan perintah-Nya. Jika ia bicara, ia bicara dengan Allâh Subhanahu wa Ta’ala . Jika ia mendengar, ia mendengar dengan-Nya. Jika ia melihat, ia melihat dengan-Nya. Jika ia berbuat, ia berbuat dengan-Nya. Itulah yang dimaksud dengan firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala , “Jika Aku telah mencintainya, Aku menjadi pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, menjadi penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, menjadi tangannya yang ia gunakan untuk berbuat, dan menjadi kakinya yang ia gunakan untuk berjalan.”Barangsiapa menafsirkan dan mengisyaratkan hadits di atas dengan hulul menitisnya Allâh kepada makhluk atau ittihad manunggaling kawula gusti atau ajaran lain maka ia telah sesat dan menyesatkan dan ia telah mengisyaratkan kepada salah satu rahasia tauhid, bahwa kalimat lâ ilâha illallâh maknanya ialah bahwa seorang hamba tidak menuhankan selain Allâh Subhanahu wa Ta’ala dalam cinta, harapan, takut, dan taat. Jika hatinya merealisasikan tauhid yang sempurna, maka di hatinya tidak ada lagi cinta kepada apa yang tidak dicintai Allâh dan tidak ada benci kepada apa yang tidak dibenci Allâh Subhanahu wa Ta’ala . Barangsiapa kondisi hatinya seperti ini, organ tubuhnya tidak bergerak kecuali dalam ketaatan kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala . Sesungguhnya dosa itu terjadi karena cinta kepada apa yang dibenci Allâh Subhanahu wa Ta’ala atau benci kepada apa yang dicintai Allâh Subhanahu wa Ta’ala . Itu terjadi karena cinta hawa nafsu didahulukan atas cinta kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala dan takut kepada-Nya. Sifat seperti ini merupakan aib dalam tauhid yang sempurna, akibatnya seorang hamba lalai terhadap sebagian kewajiban atau mengerjakan sebagian larangan. Sedang hati orang yang merealisasikan tauhid kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala , ia tidak mempunyai keinginan kecuali di jalan Allâh Subhanahu wa Ta’ala dan pada apa saja yang diridhai-Nya.[17]Firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala dalam hadits qudsi di atasوَإِنْ سَأَلَنِيْ لَأُعْطِيَنَّهُ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِيْ لَأُعِيْذَنَّهُJika ia meminta kepada-Ku, Aku pasti memberinya. Dan jika ia meminta perlindungan kepada-Ku, Aku pasti orang yang dicintai Allâh Subhanahu wa Ta’ala dan didekatkan kepada-Nya memiliki kedudukan khusus di sisi Allâh Subhanahu wa Ta’ala , sehingga jika ia meminta sesuatu kepada Allâh maka Allâh Subhanahu wa Ta’ala akan memberinya; Jika ia berdoa kepada-Nya maka Dia mengabulkan sekali di antara generasi Salaf yang terkenal doanya dikabulkan. Disebutkan bahwa ar-Rubayyi’ binti an-Nadhr Radhiyallahu anhu memecahkan gigi depan seorang wanita kemudian kabilah ar-Rubayyi’ binti an-Nadhr Radhiyallahu anhu menawarkan diyat kepada kabilah wanita tersebut, namun kabilah wanita tersebut menolak. Kabilah ar-Rubayyi’ binti an-Nadhr meminta maaf kepada kabilah wanita tersebut, namun kabilah wanita tersebut menolak kemudian Rasûlullâh Shallallahu alaihi wa sallam memutuskan dilakukan qishash. Anas bin an-Nadhr Radhiyallahu anhu berkata, “Apakah gigi depan ar-Rubayyi’ akan dipecahkan? Demi Dzat yang mengutusmu dengan membawa kebenaran, tidak akan dipecahkan gigi depannya.” Kabilah wanita itu pun ridha dan mengambil diyat kemudian Rasûlullâh Shallallahu alaihi wa sallam bersabdaإِنَّ مِنْ عِبَادِ اللهِ مَنْ لَوْ أَقْسَمَ عَلَى اللهِ لَأَبَرَّهُSesungguhnya di antara para hamba Allâh ada orang yang jika bersumpah kepada Allâh, maka Allâh pasti melaksanakan sumpahnya.[18]Sa’ad bin Abi Waqqash Radhiyallahu anhu adalah orang yang doanya terkabul. Pada suatu hari ia didustakan oleh seseorang kemudian ia berkata, “Ya Allâh, jika orang tersebut berkata bohong, panjangkan usianya, dan hadapkan ia pada fitnah-fitnah.” Ternyata orang tersebut mendapati itu semua. Ia mengganggu budak-budak wanita di jalan sambil berkata, “Aku orang lanjut usia, mendapatkan fitnah, aku terkena doa Sa’ad.”[19]Seorang wanita bertengkar dengan Sa’id bin Zaid Radhiyallahu anhu di lahan Sa’id bin Zaid Radhiyallahu anhu . Wanita tersebut mengklaim bahwa Sa’id Radhiyallahu anhu mengambil lahan tersebut darinya kemudian Sa’id Radhiyallahu anhu berkata, “Ya Allâh, jika wanita tersebut bohong, butakan matanya dan bunuh dia di lahannya.” Ternyata, wanita tersebut buta. Ketika pada suatu malam ia berjalan di lahannya, ia jatuh di sumur di lahannya kemudian meninggal dunia.[20]Al-Ala’ bin al-Hadhrami Radhiyallahu anhu berada dalam satu detasemen lalu anggota detasemen tersebut kehausan. Lantas al-Ala’ Radhiyallahu anhu shalat dan berdoa, “Ya Allâh, wahai Dzat Yang Maha Mengetahui, wahai Dzat Yang Maha Pemurah, wahai Dzat Mahatinggi, dan wahai Dzat Yang Mahaagung, sesungguhnya kami para hamba-Mu dan di jalan-Mu kami memerangi musuh-Mu, karenanya, berikanlah air kepada kami hingga kami dapat minum dan berwudhu’ dengannya dan janganlah berikan sedikit pun air itu kepada seorang pun selain kami.” Detasemen itu jalan sebentar kemudian menemukan sungai dari air hujan yang memancar lalu mereka meminumnya dan mengisi wadah-wadah mereka hingga penuh. Setelah itu, mereka berangkat lalu salah seorang dari sahabat al-Ala’ bin al-Hadhrami Radhiyallahu anhu kembali ke sungai tersebut, namun tidak melihat apa-apa di dalamnya dan sepertinya di tempat tersebut tidak pernah ada air.[21]Kisah-kisah seperti di atas sangat banyak dan panjang sekali kalau disebutkan semuanya. Sebagian besar orang-orang yang doanya dikabulkan dari generasi Salaf bersabar atas musibah, memilih pahalanya, mengharapkan ganjaran dari musibah tersebut, dan tidak berdoa kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala agar musibah tersebut dihilangkan dari Allâh Subhanahu wa Ta’ala dalam hadits qudsiوَمَا تَرَدَّدْتُ عَنْ شَيْءٍ أَنَا فَاعِلُهُ تَرَدُّدِيْ عَنْ نَفْسِ الْمُؤْمِنِ يَكْرَهُ الْمَوْتَ وَأَنَا أَكْرَهُ مَسَاءَتَهُAku tidak pernah ragu-ragu terhadap sesuatu yang Aku kerjakan seperti keragu-raguan-Ku tentang pencabutan nyawa orang Mukmin. Ia benci kematian dan Aku tidak suka Allâh Subhanahu wa Ta’ala telah menentukan kematian para hamba-Nya seperti yang Dia firmankanكُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِSetiap yang bernyawa akan merasakan mati” [Ali Imran/3185]Kematian ialah berpisahnya ruh dari badan dan tidak terjadi kecuali dengan sakit yang sangat luar biasa, bahkan kematian merupakan sakit paling pedih yang menimpa seorang hamba di bin al-Khathab Radhiyallahu anhu berkata kepada Ka’ab Radhiyallahu anhu, “Jelaskan kematian kepadaku!” Ka’ab berkata, “Wahai Amirul Mukminin! Kematian itu seperti pohon besar dan berdurinya yang masuk ke dalam kerongkongan seseorang, lalu duri-duri itu menempel di uratnya, kemudian ditarik keluar oleh laki-laki yang kuat, tercabutlah apa yang tercabut, dan tertinggal apa yang tertinggal.” Kemudian Umar Radhiyallahu anhu menangis.[22]Ketika Amr bin al-Ash Radhiyallahu anhu hendak meninggal dunia, anaknya bertanya tentang ciri-ciri kematian, kemudian Amr Radhiyallahu anhu menjawab, “Demi Allâh! Kedua lambungku sepertinya berada di sebuah bangku, aku seperti bernafas dari lubang jarum, dan sepertinya ada ranting berduri ditarik dari kedua kakiku hingga kepalaku.”[23]Jika kematian dengan rasa sakit luar biasa seperti itu, Allâh Subhanahu wa Ta’ala mewajibkannya kepada seluruh hamba-Nya. Kematian merupakan keniscayaan bagi mereka, namun Allâh Subhanahu wa Ta’ala tidak suka menyakiti dan menyusahkan orang Mukmin. Oleh karena itu, Allâh Subhanahu wa Ta’ala menamakan itu sebagai keragu-raguan terkait dengan orang Mukmin. Sedang para Nabi, mereka tidak meninggal dunia hingga diberi hak memilih. Rasûlullâh Shallallahu alaihi wa sallam bersabdaوَلَكِنَّ الْمُؤْمِنَ إِذَا حَضَرَهُ الْمَوْتُ، بُشِّرَ بِرِضْوَانِ اللهِ وَكَرَامَتِهِ، فَلَيْسَ شَيْءٌ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا أَمَامَهُ، فَأَحَبَّ لِقَاءَ اللهِ وَأَحَبَّ اللهُ لِقَاءَهُAkan tetapi seorang Mukmin apabila didatangi kematian maka ia diberi kabar gembira tentang keridhaan Allâh dan kemuliaan-Nya, karenanya, tidak ada sesuatu yang paling ia sukai daripada apa yang ada di depannya. Ia pun merasa senang bertemu Allâh dan Allâh pun senang bertemu dengannya[24]Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata tentang makna at-taraddud dalam hadits yang menjelaskan tentang wali-wali Allâh, “Ini adalah hadits yang paling mulia yang menjelaskan tentang sifat-sifat para wali Allâh. Sekelompok orang telah menolak bagian akhir dari hadits ini dan mengatakan, Allâh tidak boleh disifati dengan keragu-raguan, karena sesungguhnya orang yang ragu adalah orang yang tidak mengetahui akibat dari sebuah perkara. Sedangkan Allâh Mahamengetahui akibat dari semua perkara. Bahkan mungkin sebagian dari mereka mengatakan, “Bahwa Allâh diperlakukan dengan perlakuan yang penuh keraguan!”Penjelasannya adalah, sabda Rasul-Nya adalah benar dan tidak ada yang paling mengetahui tentang Allâh Subhanahu wa Ta’ala , paling sayang terhadap umat, paling fasih dan paling jelas penerangannya daripada Rasûlullâh Shallallahu alaihi wa sallam. Kalau sudah begitu, maka orang yang mengingkarinya termasuk manusia yang paling sesat, paling bodoh dan paling jelek akhlaknya. Dan orang yang seperti ini wajib diberi pelajaran dan dihukum ta’zir. Yang wajib diperhatikan, bahwa kita wajib membersihkan sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dari sangkaan-sangkaan yang batil dan keyakinan-keyakinan yang orang yang ragu di antara kita, meskipun keragu-raguannya dikarenakan dia tidak mengetahui akibat dari sebuah perkara, maka tidak bisa kita samakan sebuah sifat yang khusus bagi Allâh Subhanahu wa Ta’ala dengan sifat salah seorang dari kita, karena tidak ada sesuatu pun yang sama dengan Allâh Subhanahu wa Ta’ala . Kemudian, ini juga merupakan kebatilan, karena seseorang dari kita apabila ragu-ragu terkadang karena dia tidak mengetahui akibat dari sesuatu, dan terkadang juga karena dua perbuatan tersebut mengandung maslahat dan mafsadat. Jadi dia melakukan atas dasar maslahat, dan membenci atas dasar mafsadat dan bukan karena dia tidak mengetahui sesuatu tersebut yang dicintai dari satu sisi dan dibenci dari sisi yang seperti ini juga sama dengan keinginan orang yang sakit untuk meminum obat yang tidak ia suka. Bahkan, semua yang diinginkan seorang hamba dari amal-amal soleh yang tidak disukai oleh jiwa termasuk dalam bab ini. Dalam sebuah hadits Rasûlullâh Shallallahu alaihi wa sallam bersabdaحُفَّتِ الْجَنَّةُ بِالْمَكَارِهِ، وَحُفَّتِ النَّارُ بِالشَّهَوَاتِSurga dikelilingi oleh perkara-perkara yang dibenci dan Neraka dikelilingi oleh syahwat.[25]Dan juga firman-Nyaكُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ ۖ وَعَسَىٰ أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ ۖ وَعَسَىٰ أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَDiwajibkan atas kamu berperang, padahal itu tidak menyenangkan bagimu. Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allâh mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” [Al-Baqarah/2216]Dari penjelasan di atas jelaslah bagi kita makna dari at-taraddud keragu-raguan yang disebutkan dalam hadits. Karena Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman “Hambaku tiada henti-hentinya mendekat kepadaKu dengan ibadah-ibadah sunnah hingga Aku mencintainya” sesungguhnya seorang hamba yang memiliki keadaan seperti ini ia akan dicintai Allâh Subhanahu wa Ta’ala. Ia akan mendekat kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala dengan mengerjakan yang wajib-wajib dan bersungguh-sungguh dalam mengerjakan yang sunnah yang Allâh Subhanahu wa Ta’ala cintai dan mencintai pelakunya. Maka dengan demikian ia telah mengerjakan apa-apa yang dia mampu dari hal-hal yang dicintai Allâh. Allâh Subhanahu wa Ta’ala akan mencintainya karena pekerjaan hamba-Nya dari dua sisi dengan keinginan yang sama, di mana Allâh Subhanahu wa Ta’ala mencintai apa-apa yang dicintai hamba-Nya, dan membenci apa-apa yang dibenci hamba-Nya. Allâh Subhanahu wa Ta’ala juga benci terhadap kejelekan yang menimpa hamba-Nya. Maka, konsekuensinya Allâh Subhanahu wa Ta’ala membenci kematian agar bertambah kecintaan-Nya terhadap Subhanahu wa Ta’ala telah menetapkan kematian, dan semua yang Allâh Subhanahu wa Ta’ala tetapkan itu atas keinginan-Nya dan pasti terjadi, Allâh Subhanahu wa Ta’ala menginginkan kematian hamba-Nya sebagaimana yang Dia sudah takdirkan. Meskipun demikian Allâh juga tidak suka untuk menyusahkan hamba-Nya dengan kematian. Maka jadilah kematian tersebut dikehendaki dari satu sisi dan tidak disukai dari sisi lain. Dan ini merupakan hakikat dari at-taraddud, sesuatu yang diinginkan dari satu sisi dan dibenci dari sisi lain meskipun harus ada yang kuat dari dua sisi tersebut, sebagaimana kuatnya kematian yang dibarengi dengan ketidaksukaan menyusahkan hamba-Nya. Dan tidak sama antara keinginan Allâh Subhanahu wa Ta’ala untuk mematikan hamba-Nya yang Mukmin yang dicintai-Nya dan tidak ingin menyusahkannya dengan keinginan Allâh Subhanahu wa Ta’ala untuk mematikan orang kafir yang dibenci-Nya dan menginginkan kesusahannya.[26]FAWA’ID HADITSMengerjakan yang wajib lebih didahulukan daripada mengerjakan yang yang wajib lebih utama dari amal yang sunnah dapat menutupi kekurangan amal yang antara sebab mendapatkan cinta dari Allâh adalah dengan melaksanakan amal-amal yang wajib dan sifat mahabbah cinta bagi Allâh Subhanahu wa Ta’ala .Wali Allâh adalah orang yang beriman dan bertakwa, yang melaksanakan yang wajib-wajib dan yang sunnah, dan meninggalkan apa-apa yang diharamkan Allâh Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu alaihi wa dibagi oleh para ulama menjadi dua Ada wali-wali Allâh dan ada wali-wali syaitan. Wali Allâh adalah orang yang beriman dan bertakwa. Adapun wali syaitan adalah orang yang tidak bertakwa kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala , mengerjakan kesyirikan, bid’ah, maksiat dan meninggalkan yang wajib dan mengerjakan yang bagi orang-orang yang memusuhi wali-wali yang memusuhi wali-wali Allâh, dengan olok-olokan, gangguan, siksa, menyakiti atau membenci mereka, maka akibatnya akan mendapat siksa dari Allâh Subhanahu wa Ta’ala di dunia dan hamba -betapapun tinggi derajatnya- tidak boleh berhenti dari berdoa, memohon kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala, karena yang demikian lebih menampakkan kehinaan dan kerendahan diri kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala dengan yang wajib-wajib dan sunnah sebagai sebab dikabulkannya doa seorang hamba, dijaga dan dilindungi oleh Allâh Subhanahu wa Ta’ antara wali-wali Allâh Subhanahu wa Ta’ala yang bertakwa ada yang diberi karamah kemuliaan dengan dikabulkannya doa, dijaga, dilindungi Allâh dan karamah lainnya. Ada juga yang tidak diberi dalam hadits ini tidak terdapat sedikit pun dalil atau hujjah bagi kelompok sufi yang sesat yang berpendapat bahwa Allâh Subhanahu wa Ta’ala menyatu dalam diri Muslim wajib meyakini bahwa Allâh Subhanahu wa Ta’ala Mahatinggi, istiwa’ bersemayam di atas Arsy, tetapi Allâh Subhanahu wa Ta’ala bersama hamba-Nya mengetahui semua yang dilakukan makhluk-Nya.[27]Derajat Nabi dan Rasul Alaihissalam lebih tinggi di sisi Allâh Subhanahu wa Ta’ala daripada itu pasti, semua yang bernyawa pasti mati. Bahkan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam sebagai tokoh para Nabi dan Rasul Alaihissallam merasakan wajib menetapkan semua nama dan sifat Allâh Subhanahu wa Ta’ala . Semua nama dan sifat-Nya tidak sama dengan makhluk-Nya. Allâh Azza wa Jalla berfirman لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ ۖ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ “Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia. Dan Dia Yang Maha Mendengar, Maha Melihat.” [Asy-Syûrâ/4211]Allâh Subhanahu wa Ta’ala telah menetapkan kematian wali-Nya dan pasti terjadi, meskipun demikian Allâh juga tidak ingin menyusahkan wali-Nya. Maka ini yang dinamakan taraddud.[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 05/Tahun XX/1437H/2016M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079] _______ Footnote [1] Majmû’ Fatâwâ X/58-59 [2] Lihat Fat-hul Bâri XI/345 karya al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani rahimahullah [3] Lihat surah Al-Baqarah ayat 278-279. [4] Lihat surah Al-Al-Mâ-idah ayat 33 [5] Diringkas dari Jâmi’ul Ulûm wal Hikam II/334-335. [6] Shahih HR. Ahmad V/235, Ibnu Hibban no. 646–at-Ta’lîqâtul Hisân dan no. 2504 –Shahîh al-Mawârid, ath-Thabrani XX/no. 241, 242, dan lainnya dari Mu’adz bin Jabal Radhiyallahu anhu. Dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahîh al-Jâmi’ ash-Shaghîr no. 2012. [7] Fat-hul Bâri XI/342. [8] Tafsîr Ibni Katsir VI/546. [9] Baca surat at-Taubah/9 100 [10] Qawâ’id wa Fawâ’id minal Arbaîn an-Nawawiyah hlm. 334-336. [11] Diringkas dari Jâmi’ul Ulûm wal Hikam II/336. [12] Shahih HR. Muslim no. 482, Abu Dawud no. 875, dan an-Nasai II/226 dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu. [13] Shahih HR. Al-Bukhari no. 3010, Ahmad II/302, Abu Dawud no. 2677, dan Ibnu Hibban no. 134 –at-Ta’lîqâtul Hisân dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu [14] HR. Al-Hakim II/441, kemudian ia menshahihkannya dan disepakati adz-Dzahabi [15] HR. Ath-Thabrani dalam al-Mu’jamul Kabîr no. 8657. [16] Diringkas dan ditambah dari Jâmi’ul Ulûm wal Hikam II/335-344. [17] Diringkas dari Jâmi’ul Ulûm wal Hikam II/345-348. [18] Shahih HR. Al-Bukhari no. 2703, Muslim no. 1675, Abu Dawud no. 4595, an-Nasai VIII/28, Ibnu Majah no. 2649, dan Ibnu Hibban no. 6457- at-Ta’lîqâtul Hisân, dari Anas bin Malik Radhiyallahu anhu. [19] HR. Al-Bukhari no. 755, dari Jabir bin Samurah Radhiyallahu anhu [20] HR. Muslim no. 1610 [139]. [21] HR. Abu Nu’aim dalam Hilyatul Auliyâ’ I/38, no. 12. Lihat Jâmi’ul Ulûm wal Hikam II/348-350 dengan ringkas. [22] Hilyatul Auliyâ’ V/401, no. 7514. [23] Thabaqât Ibni Sa’ad III/186. [24] Shahih HR. Al-Bukhari no. 6507 dari Aisyah Radhiyallahu anhuma. Diringkas dari Jâmi’ul Ulûm wal Hikam II/356-358. [25] Shahih HR. Ahmad III/153, Muslim no. 2822, dan at-Tirmidzi no. 2559 dari Anas bin Malik rahimahullah [26] Majmû’ Fatâwa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah XVIII/129-131 dengan sedikit diringkas. Lihat juga Silsilah al-Ahâdîts ash-Shahîhah IV/191-192. [27] Tentang Allah istiwa’ di atas Arsy dan kebersamaan Allah bersama hamba-Nya, baca buku penulis “Syarah Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah” hlm. 205-211 cet. XV, th. 2016/1437H, Penerbit Pustaka Imam asy-Syafi’i–Jakarta
AyatAl-Quran tentang Wali Dalam Al-Quran terdapat 36 ayat yang terkait dengan wali tersebut. Dari. 36. ayat. itu. terdapat. kata. awliya (dalam. Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. 63. Takut mati dan cinta dunia. Hal tersebut disebabkan panjangnya
Tafsir Jalalayn Tafsir Quraish Shihab Diskusi Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati di akhirat nanti. Camkanlah wahai manusia bahwa sesungguhnya para wali Allah yang beriman dan menaati-Nya, dicintai oleh Allah sebagaimana mereka mencintai-Nya. Bagi mereka tidak ada rasa takut dari keterhinaan di dunia dan siksaan di akhirat. Mereka pun tak merasa sedih karena tidak mendapatkan kesenangan dunia, karena di sisi Allah, mereka akan memperoleh sesuatu yang lebih besar dan lebih banyak dari itu semua. Anda harus untuk dapat menambahkan tafsir Admin Submit 2015-04-01 021331 Link sumber Menurut kebanyakan ahli tafsir, barang-barang dari saudara-saudara Yusuf yang digunakan sebagai alat penukar bahan makanan itu ialah kulit dan terompah sandal. Tindakan ini diambil oleh Yusuf sebagai siasat, dengan cara menaruh budi baiknya kepada mereka, agar mereka nantinya bersedia kembali lagi ke Mesir dengan membawa Bunyamin. Admin Submit 2015-04-01 021331 Link sumber Dalam hal yang akan mereka hadapi di masa mendatang. Di akhirat, karena amal mereka yang dahulu adalah baik. Oleh karena mereka tidak takut dan tidak bersedih hati, maka mereka mendapakan keamanan dan kebahagiaan serta kebaikan yang banyak yang hanya diketahui oleh Allah Taâala..
Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati". [QS. Yunus: 62] Kelompok waliyullah ini secara pandangan tawasuf terbagi menjadi 3 kategori besar, yaitu: Wali Sufi, Wali Malamatiyyah, dan Wali Djazab atau Madjzub. Meskipun nanti dalam kewalian sufi, ada wali yang اَلَاۤ اِنَّ اَوۡلِيَآءَ اللّٰهِ لَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُوۡنَ Alaa innaa awliyaaa'al laahi laa khawfun 'alaihim wa laa hum yahzanuun Ingatlah wali-wali Allah itu, tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati. Juz ke-11 Tafsir Pada ayat sebelumnya dijelaskan bahwa apapun yang dikerjakan oleh manusia baik ketaatan maupun kemaksiatan, maka tidak sedikit pun terlewatkan dari pengetahuan Tuhan, lalu pada ayat ini dijelaskan tentang kesudahan orang-orang yang selalu dalam ketaatan. Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, yakni kekasih Allah tidak ada rasa takut, yakni kekhawatiran pada mereka terhadap apa yang akan mereka hadapi di akhirat dan mereka tidak bersedih hati atas apa yang terjadi selama kehidupan di dunia. Di ayat ini, Allah mengarahkan perhatian kaum Muslimin agar mereka mempunyai kesadaran penuh, bahwa sesungguhnya wali-wali Allah, tidak akan merasakan kekhawatiran dan gundah hati. Wali-wali Allah dalam ayat ini ialah orang-orang yang beriman dan bertakwa, sebagai sebutan bagi orang-orang yang membela agama Allah dan orang-orang yang menegakkan hukum-hukum-Nya di tengah-tengah masyarakat, dan sebagai lawan kata dari orang-orang yang memusuhi agama-Nya, seperti orang-orang musyrik dan orang kafir lihat tafsir Surah al-Anam/6 51-55. Dikatakan tidak ada rasa takut bagi mereka, karena mereka yakin bahwa janji Allah pasti akan datang, dan pertolongan-Nya tentu akan tiba, serta petunjuk-Nya tentu membimbing mereka ke jalan yang lurus. Dan apabila ada bencana menimpa mereka, mereka tetap sabar menghadapi dan mengatasinya dengan penuh ketabahan dan tawakal kepada Allah. lihat tafsir Surah al-Baqarah/2 249. Hati mereka tidak pula gundah, karena mereka telah meyakini dan rela bahwa segala sesuatu yang terjadi di bawah hukum-hukum Allah berada dalam genggaman-Nya. Mereka tidak gundah hati lantaran berpisah dengan dunia, dengan semua kenikmatan yang besar. Mereka tidak takut akan menerima azab Allah di hari pembalasan karena mereka dan seluruh sanubarinya telah dipasrahkan kepada kepentingan agama. Mereka tidak merasa kehilangan sesuatu apapun, karena telah mendapatkan petunjuk yang tak ternilai besarnya lihat tafsir Surah al-Baqarah/2 2 dan al-Anfal/8 29. sumber Keterangan mengenai QS. YunusSurat Yunus terdiri atas 109 ayat, termasuk golongan surat-surat Makkiyyah kecuali ayat 40, 94, 95, yang diturunkan pada masa Nabi Muhmmad berada di Madinah. Surat ini dinamai surat Yunus karena dalam surat ini terutama ditampilkan kisah Nabi Yunus dan pengikut-pengikutnya yang teguh imannya.kXjt8Cz.